Penulis : Siswadi Endro S.

Stok Beras APPOLI Boyolali
  1. Latar belakang

Komoditi beras merupakan komuditas sumber pangan utama masyarakat Indonesia, maka ketersediaan beras menjadi sangat penting baik dari aspek produksi, distribusi  dan konsumsi. Dari sisi produksi tahun 2020, BPS mencatat bahwa Indonesia memproduksi 54,64 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), jika dikonversikan menjadi beras setara dengan 31,33 juta ton beras. Volume produksi ini mampu memenuhi rata-rata konsumsi rumah tangga dengan surplus 49,83 persen apabila mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi beras per kapita tahun 2020 mengalami penurunan dibanding tahun 2019, yaitu 259,9 gram/kap/hari (94,9 kg/kap/tahun) menjadi 257,6 gram/kap/hari.

Sebenarna padi adalah komuditas yang tidak mengenal musim setiap hari ada yang menanam ada juga yang panen , dan cuaca di inconesia cocok untuk menanam komuditas ini namun sentral beras di Indonesia hanya di Jawa, Sulawesi dak Nusa tengara , infra stuktur pertanian seperti jalan , bendungan , irigasi sudah dibangun oleh pemerintah , namun teryata beras belum menyukupi untuk konsumsin 275 juta penduduk indonesi .

Harga beras pada akhir 2022 sampai awal bulan Februari 2023 melonjak tajam dari harga medium normal Rp 9000  an per kg menjadi  RPp 11000 an untuk kelas beras lputih long grade, belum lagi beras khusus seperti beras merah, beras hitam atau beras organic, ditingkat petani stok gabah juga kosong sebah ada kenaikan dari harga normal GKP Rp 5600 per kg menjadi Rp 6500/kg  sehingga  meemang sekilas petani mendapat keuntungan bagi yang punya gabah, tapi lebuh banyak petani yang membeli beras utamanya petani yg langsung menjual gabah pada waktu panen

Penggilingan kecil  banyak yang tidak beroperasi karena tidak punya gabah , kalo mereka mencari gabah harus pesaing dengan pemilik modal besar, selanjutnya kalaupun punya beras mereka akan kesulitan menjual sebab harga sudah tinggi. Banyak juga perusahaan  distributor yang memutus ketjasama dengan petani mereka pindah ke Pemodal besar yang bisa memberi pelayan khusus misalnya harga lebih murah dan pembayaran tunda yang lebih lama .

Kondisi diatas terjadi disebabkan karena factor – factor sebagai berikut

  1. Data produksi tidak akurat

Metode yang dipakai untuk menghitung produksi kurang valit sebagai contoh kasus di petani sari mulyo desa wates pnen bulan November 2022 luas 3000 M2 kalo system ubinan dengan luasan iti mendapat 1900 kg tapi setelah ditimbang  hanya mendapat 1460 jadi ada penyimpangan 440 kg

Petani Sebagian besar Ketika panen menjual gabahnya di sawah entah ditebaskan atau system timbangan mereka membawa pulang untuk persediaan makan saja , sehingga stok panga nada di tangan pemilik modal , karena menguasai pangan pemodal dapat memainkan peredaran beras.

Panen Gabah dari Sawah

Kearifan local dari nenek moyang kita berupa lumbung pangan sekarang sudah tidak ada lagi padahal fungsi lumbung untuk mengantisipasi saat pacelik atau gagal panen atau saat harga panen menjulang tingi, petani kita terbuai dengan keyakinan bahwa harga dan stok pangan stabil..

Penggilingan selamai ini banyak berpungsi sebai penebas dan mencari gabah kemana saja asal barang dan harga cocok, mereka tidak emandang petani sebagai actor produksi dalam bisnis mereka, sehingga tidak pernah ada intervensi ke petani missal, pelatihan, kemudahan mendapatkan input produksi ataupun bina sosial, mereka menganut ransaksi putus sehingga tidak ada loyalitas dan petani akhirnya menjual kepada yang harganya besar.

Pemodal bear turun gelanggang dengan memberikan pelayan yang prima sebagai contoh ada karyawan mereka turun ke lahan dibeli secara tunaidengan harga yang lebih tinggi

Dalam pertanian memang dihuni banyak actor yang bergantung hudup disitu ada , petani, buruh tani, tukang tractor, tukang angkut,penebas,  tenaga prosesng, ekpedisi, distributor , tenaga pemasarn, penjaga toko dan lain – lain  biarkan mereka mendapat rejeki dari situ.. yang harus diluruskan bagaimana tiap actor mendapat nilai yang adil tanpa ada yang memonopoli.

Untuk mengatasi kondisi diatas APPOLI menawarkan solusi sebagai berikut

  1. Pemutahiran data produksi yang mendekati akuran sehingga kita tidak terbelenggu data produksi  dan stok yang hanya berupa angka – angka
  2. Peningkatan produksi dengan peningkatan iput produksi maupun perluasan lahan tan mengorbankan  komoditas yang lain .
  3. Kemitraan yang saling menguntungkan antara penggilingan dengan petani setempat dimana perlu digagas keterikatan petani dan penggilingan missal dibuat suatu perjanjian antara petani dengan pengilingan berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
  4. Adanya forum penggilingan local yang saling memperkuat satu sama lain bukan untuk ajang saling menjegal .
  5. Perlu adanya komunikasi antar actor, pemeritah, pemodal besar, penggilingan beras, dan komunitas konsumen beras sebagai wadah pembahasan perberasan Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *